STATUS HUKUM DARAH MANUSIA, NAJIS ATAU SUCI?

Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Darah manusia menjadi salah satu pembahasan menarik dalam bab fikih dari dulu hingga sekarang. Dalam hal ini, para ulama fikih berbeda pendapat tentang status hukum darah manusia: apakah ia najis atau suci. Berikut penjelasan pendapat para ulama:

1. Mayoritas Ulama: Darah Manusia Najis (kecuali sedikit)

Mayoritas ulama fikih dari kalangan mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa darah manusia adalah najis, hanya saja dimaafkan jika dalam jumlah sedikit. Namun, mereka memberikan pengecualian terhadap darah syuhada. Menurut jumhur, darah syahid adalah suci selama masih melekat pada jasadnya. Berdasarkan hadits Nabi ﷺ untuk sahabat yang syahid di medan Uhud:

عن عبد الله بن ثعلبة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقتلى أُحُد: "‌زَمِّلوهم ‌بدمائهم، ‌فإنَّه ‌ليس ‌كَلْمٌ يُكْلَمُ في الله إلَّا يأتي يوم القيامة يدمى، لونه لون الدَّم، وريحه ريحُ المِسْك"

Dari Abdullah bin Tsa'labah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tutupi mereka dengan darah mereka. Sesungguhnya tidak ada luka karena Allah kecuali pada Hari Kiamat luka tersebut akan datang mengalirkan darah; warnanya sewarna darah, dan baunya seperti bau kasturi.”
(HR. An-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, Juz 4, No. 2002, h. 123)

2. Sebagian Ulama: Darah Manusia Suci (Kecuali Haid, Nifas, dan Istihadhah)

Sebagian ulama fikih lainnya berpendapat bahwa darah manusia adalah suci, kecuali darah haid, nifas, dan istihadhah. Berikut dalil-dalil pendapat ini:

a. Kaidah Asal Segala Sesuatu Itu Suci

Asalnya segala sesuatu adalah suci hingga ada dalil yang menyatakan najis. Tidak ditemukan riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ memerintahkan mencuci darah (manusia), kecuali darah haid. Padahal luka, mimisan, bekam, dan sebagainya adalah hal yang lumrah terjadi. Jika darah manusia najis, tentu Nabi akan menjelaskan dengan tegas, karena ini menyangkut kebutuhan banyak orang.

b. Praktik Sahabat dalam Shalat Saat Terluka

Kaum muslimin dari zaman Nabi ﷺ hingga sekarang shalat dalam keadaan luka, sebagaimana disebutkan oleh Hasan al-Bashri rahimahullah:

وَقَالَ الْحَسَنُ: مَا زَالَ الْمُسْلِمُونَ يُصَلُّونَ فِي جِرَاحَاتِهِمْ

Hasan al-Bashri berkata: “Kaum muslimin (yakni para sahabat) tetap mengerjakan shalat dalam keadaan luka.”
(Shahih Bukhari, Juz 1, h. 76)

c. Riwayat Ibnu Umar

وَعَصَرَ ابْنُ عُمَرَ بَثْرَةً، فَخَرَجَ مِنْهَا الدَّمُ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Abdullah bin Umar pernah memencet bisul yang ada padanya, lalu keluar darah dan beliau tidak berwudhu.
(Shahih Bukhari, Juz 1, h. 76)

d. Kisah Sahabat yang Shalat dalam Keadaan Dipanah

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud bahwa salah seorang sahabat melaksanakan shalat malam, kemudian dipanah oleh musyrikin sebanyak tiga kali. Namun, beliau tetap rukuk dan sujud serta menyelesaikan shalat dalam keadaan bersimbah darah.

Sekiranya darah manusia najis, tentu sahabat tersebut akan membatalkan shalatnya. Tapi karena pemahaman beliau bahwa darah manusia tidak najis, maka shalat tetap dilanjutkan.

e. Tubuh Manusia adalah Suci

Jika salah satu bagian tubuh manusia terpotong (seperti tangan), maka potongan itu tetap suci meskipun mengeluarkan banyak darah. Maka, darah yang keluar pun ikut dalam hukum tersebut—yaitu suci.


Kesimpulan

Masalah ini merupakan salah satu perbedaan pendapat yang kuat di kalangan ulama. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa darah manusia tidak najis, kecuali yang keluar dari dua jalan (kemaluan dan dubur) seperti darah haid, nifas, dan istihadhah.

Pendapat ini lebih condong kepada pandangan Syaikh Ibnu Utsaimin, sebagaimana dijelaskan:

ولهذا كان القول الراجح أن دم الإنسان الذي لا يخرج من القبل أو الدبر طاهر، لا يجب غسله ولا التنزه منه إلا على سبيل النظافة

Oleh karena itu, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa darah manusia yang tidak keluar dari qubul dan dubur adalah suci. Tidak wajib dicuci atau dihindari, kecuali dalam rangka menjaga kebersihan.
(Syarh Kitab al-Hajj, dalam Syarh Shahih Bukhari)

ودم الإنسان طاهر؛ لأن ميتته طاهرة، إلا ما خرج من السبيلين -القبل أو الدبر- فإن الحديث دل على أنه نجس؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم في المرأة يصيبها دم الحيض قال: (اغسلي عنك الدم)

Darah manusia itu suci karena bangkainya suci, kecuali yang keluar dari dua jalan—qubul dan dubur—sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi ﷺ kepada wanita yang terkena darah haid: “Cucilah darimu darah itu.”
(Pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin tentang darah manusia - Islamweb.net)


Namun, kita tetap menghormati pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa darah manusia najis, serta dianjurkan bagi setiap muslim untuk menjaga kebersihan dan penampilan terbaik ketika hendak beribadah. Wallāhu a‘lam.

✍️ Ditulis oleh:
Ustaz Fadli Aiman, S.H., M.H.
Ketua Yayasan Pendidikan Al-Islami (YPAIS) Wahdah Islamiyah Sinjai
Da’i Kementerian Agama Kabupaten Sinjai
Pengurus DPP Wahdah Islamiyah Indonesia (LPYP DPP)